Daftar Isi
Penatalaksanaan hipertensi pada ibu hamil merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah komplikasi serius baik bagi ibu maupun janin. Hipertensi pada kehamilan dapat berupa hipertensi kronis, hipertensi gestasional, preeklampsia, atau preeklampsia berat, yang masing-masing memerlukan pendekatan pengobatan yang tepat dan aman. Berikut penjelasan lebih mendalam mengenai rekomendasi obat hipertensi yang aman untuk ibu hamil beserta prinsip penatalaksanaannya.
Prinsip Penatalaksanaan Hipertensi pada Ibu Hamil

Tujuan utama pengobatan hipertensi pada ibu hamil adalah untuk menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi, serta mencegah perkembangan preeklampsia menjadi kondisi yang lebih berat seperti eklampsia. Penatalaksanaan dilakukan dengan pendekatan nonfarmakologis dan farmakologis, serta pemantauan ketat tekanan darah selama kehamilan, persalinan, dan masa nifas.
- Nonfarmakologis: Meliputi modifikasi gaya hidup seperti diet rendah natrium (DASH diet), olahraga ringan, pengelolaan stres, dan suplementasi kalsium bila diperlukan.
- Farmakologis: Diberikan bila tekanan darah mencapai ≥140/90 mmHg dan terutama jika mencapai ≥160/110 mmHg, karena tekanan darah tinggi di atas angka ini meningkatkan risiko komplikasi serius.
Obat Hipertensi yang Direkomendasikan untuk Ibu Hamil
- Metildopa
- Merupakan obat lini pertama yang paling banyak direkomendasikan untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan.
- Mekanisme kerjanya adalah menekan aktivitas saraf simpatik sehingga menurunkan tekanan darah tanpa mengganggu aliran darah ke plasenta.
- Metildopa memiliki profil keamanan yang baik untuk janin dan ibu, meskipun dapat menyebabkan efek samping seperti kantuk dan kelelahan.
- Obat ini dapat digunakan sepanjang kehamilan dan biasanya menjadi pilihan utama terutama pada hipertensi kronis dan preeklampsia ringan.
- Labetalol
- Merupakan beta blocker yang juga sering digunakan sebagai lini pertama atau kedua.
- Labetalol efektif menurunkan tekanan darah dengan menghambat reseptor alfa dan beta, sehingga mengurangi resistensi vaskular.
- Obat ini aman untuk ibu hamil dan janin, namun perlu pemantauan karena dapat menyebabkan bradikardi janin atau hipoglikemia pada bayi baru lahir.
- Labetalol dapat diberikan secara oral maupun intravena, terutama pada kasus hipertensi berat atau preeklampsia berat.
- Nifedipine (Calcium Channel Blocker)
- Nifedipine, terutama dalam bentuk slow release, digunakan sebagai alternatif atau tambahan terapi.
- Obat ini bekerja dengan melebarkan pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah.
- Nifedipine dianggap aman selama kehamilan dengan efek samping minimal seperti sakit kepala atau edema perifer.
- Biasanya digunakan pada hipertensi gestasional dan preeklampsia ringan sampai sedang.
- Klonidin (Clonidine)
- Obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan, terutama jika terapi lini pertama tidak cukup efektif.
- Klonidin bekerja dengan menekan pusat saraf simpatik, menurunkan tekanan darah.
- Penggunaan klonidin harus hati-hati karena dapat menyebabkan kantuk dan efek rebound hipertensi jika penghentian tiba-tiba.
- Penggunaan pada akhir kehamilan harus diawasi ketat karena risiko hipoglikemia pada bayi.
- Diuretik (misalnya Hydrochlorothiazide)
- Penggunaan diuretik pada kehamilan masih kontroversial dan biasanya tidak menjadi pilihan utama.
- Diuretik dapat digunakan jika ada indikasi khusus, namun harus dengan pengawasan ketat karena berpotensi menurunkan volume plasma dan perfusi plasenta.
- Pada ibu menyusui, diuretik juga harus digunakan dengan hati-hati karena dapat mengurangi produksi ASI.
Obat yang Harus Dihindari
- ACE Inhibitor (ACE-I) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
- Obat golongan ini sangat berbahaya bagi janin karena dapat menyebabkan malformasi janin, gangguan fungsi ginjal janin, dan kematian janin.
- Oleh karena itu, ACE-I dan ARB harus dihindari selama kehamilan dan segera diganti jika ibu hamil sebelumnya menggunakan obat ini.
Monitoring dan Tatalaksana Lanjutan
- Pemantauan tekanan darah harus dilakukan secara rutin selama kehamilan, terutama pada ibu dengan hipertensi kronis atau preeklampsia.
- Pada kasus preeklampsia berat, terapi tambahan seperti pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang juga diperlukan.
- Target tekanan darah yang dianjurkan adalah <160/110 mmHg, dengan tidak menurunkan tekanan darah terlalu rendah agar perfusi uteroplasenta tetap terjaga.
- Persalinan dianjurkan pada minggu ke-37 untuk preeklampsia ringan, sedangkan preeklampsia berat memerlukan penanganan lebih intensif dan persalinan lebih dini jika kondisi memburuk.
Kesimpulan
Obat hipertensi yang paling aman dan direkomendasikan untuk ibu hamil adalah Metildopa, Labetalol, dan Nifedipine. Penggunaan obat ini harus disesuaikan dengan kondisi ibu dan janin serta selalu dalam pengawasan dokter spesialis kandungan atau dokter yang menangani kehamilan. Obat golongan ACE-I dan ARB harus dihindari karena risiko besar terhadap janin. Selain terapi obat, modifikasi gaya hidup dan pemantauan ketat tekanan darah sangat penting untuk keberhasilan penatalaksanaan hipertensi dalam kehamilan.